Skip to main content

Tidur yang Sehat















Setiap orang memiliki jumlah jam tidur yang berbeda-beda, selama ini orang hanya mengatakan tidur yang cukup adalah selama 8 jam sehari. Tapi hal ini tidak berlaku untuk anak-anak, karena semakin muda usia sang anak maka jam tidurnya semakin banyak.

Para ahli menetapkan waktu tidur dengan benar bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur bayi dan balita. Anak-anak yang tidak mendapatkan tidur cukup akan berdampak kepada kepribadian, memori, perhatian dan emosi sang anak. Biasanya anak akan mudah marah, tidak bisa berkonsentrasi dan memiliki memori yang lemah.

Berikut ini jumlah jam tidur yang dibutuhkan anak-anak berdasarkan usianya menurut National Sleep Foundation:

Bayi baru lahir berusia 2 bulan membutuhkan tidur 10,5 sampai 18 jam.
Bayi 3 bulan sampai 11 bulan membutuhkan tidur 9 sampai 12 jam dan ditambah dengan tidur siang.
Anak usia 1 sampai 3 tahun membutuhkan tidur 12 sampai 14 jam.
Anak usia 3 sampai 5 tahun membutuhkan tidur 11 sampai 13 jam.
Anak usia 5 sampai 12 tahun membutuhkan tidur 10 sampai 11 jam.
Anak remaja membutuhkan tidur setidaknya 8,5 sampai 9,5 jam.
Dewasa membutuhkan tidur 7 sampai 9 jam.

Setiap orang yang mendapatkan jumlah yang cukup akan merasa bahagia saat terbangun pagi harinya, termasuk anak-anak. Jika anak mendapatkan jumlah tidur yang cukup maka anak akan bersemangat pergi ke sekolah, bisa menerima pelajaran dengan baik dan keuntungan lainnya.

"Masalah pola dan rutinitas tidur biasanya terjadi karena proses jangka panjang yang tanpa disadari telah menjadi suatu kebiasaan," ujar Lauren Hale, seorang asisten profesor di Stony Brook University Medical Center, New York, seperti dikutip dari CNN, Selasa (15/9/2009).

Agar anak memiliki pola tidur yang tepat, biasakan untuk menyuruh anak masuk ke kamar tidur satu jam sebelum waktu tidurnya. Dan jangan membiasakan anak tertidur karena menonton televisi atau membaca buku cerita, serta usahakan anak tidur dengan nyenyak. detik health.

Comments

Popular posts from this blog

Ulang Tahun dalam Perspektif Kebudayaan dan Filsafat: Makna Spiritualitas di Balik Perayaan

Ulang tahun adalah peristiwa yang secara universal dirayakan di berbagai kebudayaan di seluruh dunia. Perayaan ini tidak hanya menjadi momen kebahagiaan dan refleksi, tetapi juga mengandung makna mendalam yang berakar pada berbagai tradisi spiritual dan filsafat. Artikel ini akan mengeksplorasi makna ulang tahun dari perspektif kebudayaan dan filsafat, dengan fokus pada bagaimana berbagai tradisi dan pemikiran memberikan arti pada perayaan ulang tahun sebagai sebuah momen sakral dalam perjalanan hidup manusia. Ulang Tahun dalam Perspektif Kebudayaan Dalam banyak kebudayaan, ulang tahun dianggap sebagai tonggak penting dalam kehidupan seseorang. Di beberapa tradisi, seperti di Bali, Indonesia, ulang tahun (yang disebut "otonan") dirayakan dengan ritual yang penuh makna simbolis untuk menandai kelahiran fisik dan spiritual seseorang. Ulang tahun di sini bukan hanya sekadar perayaan kelahiran, tetapi juga pengingat akan hubungan antara individu dengan alam semesta da...

Tahun Baru Imlek

Tahun Baru Imlek, atau yang dikenal juga sebagai Festival Musim Semi, adalah salah satu perayaan terpenting dalam budaya Tionghoa. Namun, di balik tradisi dan perayaannya yang meriah, terdapat makna mendalam yang bisa ditinjau dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan, termasuk filsafat, esoteris, dan theosofi. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi Tahun Baru Imlek melalui lensa ketiga disiplin ini, menggali makna filosofis, spiritual, dan universal yang terkandung di dalamnya.   --- 1. Filsafat: Keseimbangan dan Harmoni**   Dalam filsafat Tionghoa, terutama yang dipengaruhi oleh Taoisme dan Konfusianisme, Tahun Baru Imlek bukan sekadar perayaan pergantian tahun, tetapi juga momen untuk merefleksikan prinsip-prinsip hidup yang mendasar.   a. Yin dan Yang: Keseimbangan Alam**   Konsep Yin dan Yang, yang berasal dari Taoisme, menggambarkan dualitas dan keseimbangan alam semesta. Tahun Baru Imlek menandai awal musim semi, di mana energ...

Dualisme

Dualisme, sebagai teori yang menegaskan keberadaan dua prinsip dasar yang tak tereduksi, telah menjadi poros penting dalam perjalanan pemikiran manusia. Konsep ini tidak hanya mewarnai diskursus filsafat Barat dan agama-agama besar dunia, tetapi juga memicu refleksi mendalam dalam tradisi esoteris seperti Theosofi. Di balik perdebatan antara dualitas dan non-dualitas, tersembunyi pertanyaan abadi tentang hakikat realitas, kesadaran, serta hubungan antara manusia dengan kosmos. Kita akan menelusuri perkembangan dualisme dalam berbagai tradisi intelektual dan spiritual, sekaligus mengeksplorasi upaya untuk melampauinya melalui perspektif non-dualistik yang menawarkan visi kesatuan mendasar. Dalam filsafat Barat, René Descartes menancapkan tonggak pemikiran dualistik melalui pemisahan radikal antara  res cogitans  (pikiran) dan  res extensa  (materi). Descartes, dalam  Meditationes de Prima Philosophia , menempatkan kesadaran sebagai entitas independe...