Keinginan (desire) telah lama menjadi pokok pembahasan dalam berbagai ajaran spiritual di seluruh dunia. Dari ajaran Timur hingga Barat, keinginan sering kali dianggap sebagai penghalang utama menuju pembebasan spiritual. Dalam The Voice of the Silence oleh Helena P. Blavatsky, terdapat seruan untuk "membunuh keinginan," dengan peringatan bahwa keinginan yang sudah dibunuh tidak boleh dibiarkan hidup kembali. Ini mencerminkan ajaran inti dalam berbagai tradisi spiritual, di mana keinginan dianggap sebagai sumber keterikatan dan penderitaan. Di sisi lain, beberapa ajaran juga menekankan peran penting keinginan dalam evolusi spiritual, seperti yang diungkapkan oleh Annie Besant dalam karya-karyanya.
Dalam esai ini, kita akan menelaah peran keinginan dalam berbagai perspektif spiritual, terutama dalam ajaran Blavatsky, Buddhisme, dan teosofi, serta bagaimana keinginan dipahami dalam konteks pertumbuhan spiritual individu. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, kita dapat mengerti bahwa keinginan, meskipun sering kali dipandang sebagai penghalang, juga memiliki potensi untuk menjadi katalis dalam transformasi spiritual, jika dikelola dengan bijaksana.
Keinginan dalam Ajaran Blavatsky
Helena P. Blavatsky, salah satu pendiri gerakan Teosofi, memberikan pandangan yang mendalam tentang peran keinginan dalam kehidupan spiritual. Dalam The Voice of the Silence, Blavatsky menekankan pentingnya "membunuh keinginan" sebagai langkah penting menuju kebebasan spiritual. Dalam kalimat terkenal yang berbunyi, “Kill out desire; but if thou killest it take heed lest from the dead it should again arise,” Blavatsky memperingatkan bahaya dari keinginan yang dibunuh secara tidak sempurna. Keinginan yang dibunuh dengan setengah hati, tanpa kesadaran penuh, dapat kembali dengan kekuatan yang lebih besar dan lebih sulit untuk diatasi.
Menurut Blavatsky, keinginan atau tanha dalam ajaran Buddha adalah sumber dari semua keterikatan dan penderitaan manusia. Tanha menciptakan ilusi keterpisahan dan ego yang menghalangi manusia untuk mencapai persatuan dengan Kesadaran Tertinggi. Dalam konteks ini, "membunuh keinginan" berarti melepaskan keterikatan terhadap hal-hal duniawi dan ilusi individualitas, sehingga seseorang dapat mencapai kesadaran yang lebih luas, yaitu persatuan dengan semua makhluk hidup. Blavatsky juga menegaskan bahwa tujuan spiritual sejati bukanlah untuk mencapai keabadian pribadi, melainkan untuk menyatu dengan Kesadaran Universal, sebuah konsep yang mencerminkan ajaran Vedanta dan Buddhisme Mahayana.
Dalam Collected Writings, Blavatsky lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk mencapai kesempurnaan spiritual, semua rasa keterpisahan, egoisme, dan kepentingan pribadi harus diatasi. “Tidak ada kontradiksi antara maksud altruistik Teosofi dan perintah untuk membunuh semua keinginan akan hal-hal materi,” tulisnya. Pencapaian kesempurnaan spiritual hanya mungkin terjadi ketika manusia melepaskan rasa keterpisahan dan egoisme, serta menggantinya dengan kesadaran yang lebih luas tentang persatuan umat manusia. Dengan kata lain, pencapaian spiritual sejati adalah ketika manusia tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk keseluruhan umat manusia.
Keinginan dalam Buddhisme: Jalan Menuju Kebebasan dari Penderitaan
Buddhisme menawarkan salah satu pendekatan yang paling jelas tentang keinginan dalam konteks spiritual. Ajaran Buddha yang terkenal, Empat Kebenaran Mulia, secara eksplisit menempatkan keinginan sebagai akar dari penderitaan (dukkha). Dalam ajaran ini, keinginan yang muncul dari nafsu, keserakahan, dan ketidaktahuan dianggap sebagai sumber penderitaan yang tiada akhir. Keinginan untuk mendapatkan hal-hal duniawi, mempertahankan hal-hal yang sudah dimiliki, dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, semuanya menciptakan siklus penderitaan yang tak berkesudahan.
Dalam konteks Empat Kebenaran Mulia, keinginan adalah hal yang harus diatasi agar seseorang dapat mencapai Nirvana, yaitu pembebasan dari siklus kelahiran kembali dan penderitaan. Jalan untuk mengatasi keinginan ini dijelaskan dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang mencakup pengembangan moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Melalui disiplin diri dan meditasi, individu diharapkan dapat mengendalikan keinginan mereka dan akhirnya melepaskannya. Nirvana dicapai ketika keinginan sepenuhnya dihancurkan, dan seseorang bebas dari segala bentuk keterikatan dan ilusi ego.
Namun, dalam Buddhisme, tidak semua keinginan dianggap negatif. Chanda, atau keinginan untuk mencapai kebebasan spiritual, dianggap sebagai keinginan yang baik. Ini adalah bentuk keinginan yang mendorong seseorang untuk mengikuti jalan spiritual, dan karena itu dianggap sebagai katalis dalam pencapaian kebebasan. Meskipun keinginan duniawi dianggap sebagai penyebab penderitaan, keinginan untuk membebaskan diri dari penderitaan itu sendiri adalah elemen penting dalam perjalanan spiritual.
Nartaka-Atma: “Diri yang Menari” dalam Ajaran Siva Sutra
Dalam Siva Sutra, sebuah teks penting dalam tradisi Shaivisme, konsep nartaka-atma atau "diri yang menari" menggambarkan keadaan kesadaran yang telah mencapai kebebasan penuh. Ini adalah kondisi di mana seseorang sadar bahwa kehidupan adalah sebuah tarian atau permainan, dan meskipun terlibat dalam permainan kehidupan, individu tersebut tidak terikat oleh hasil atau konsekuensinya. Dalam keadaan ini, individu tidak lagi terperangkap oleh keinginan duniawi dan menjalani hidup dengan sikap yang tidak terikat.
I. K. Taimni, seorang teosof dan penulis, menginterpretasikan nartaka-atma sebagai keadaan di mana "diri yang menyadari, mengetahui bahwa hidup hanyalah sebuah permainan, tetap terlibat tanpa terpengaruh oleh permainan tersebut." Ini adalah bentuk tertinggi dari kebebasan spiritual, di mana individu dapat berpartisipasi dalam kehidupan tanpa terikat oleh keinginan atau hasil dari tindakan mereka. Ajaran ini sejalan dengan konsep karma dalam Hinduisme dan Buddhisme, di mana tindakan yang dilakukan tanpa keterikatan pada hasilnya tidak menciptakan karma baru dan memungkinkan seseorang untuk terbebas dari siklus kelahiran kembali.
Annie Besant dan Keinginan sebagai Manifestasi dari Kehendak
Dalam A Study in Consciousness, Annie Besant membahas keinginan sebagai manifestasi dari kehendak (Will) di tingkat astral. Dia menjelaskan bahwa pada tingkat spiritual, kehendak adalah energi murni dari Diri Sejati (Atman). Namun, ketika kehendak ini turun ke tingkat astral, ia bermanifestasi sebagai keinginan dan sering kali kehilangan kendali karena pengaruh materi. Besant menyatakan bahwa keinginan adalah "kehendak yang telah kehilangan mahkotanya," yang telah menjadi tawanan materi. Meskipun demikian, Besant tidak melihat keinginan sebagai sesuatu yang sepenuhnya negatif. Dia menyarankan bahwa keinginan memiliki potensi untuk digunakan dalam arah yang lebih tinggi jika dikendalikan dan diarahkan oleh kesadaran yang lebih tinggi.
Besant juga menekankan pentingnya memahami sifat keinginan dalam evolusi spiritual. Meskipun keinginan sering kali menjadi sumber penderitaan, ia juga dapat menjadi dorongan awal yang mendorong seseorang menuju jalan spiritual. Dengan memahami dan mengendalikan energi keinginan, individu dapat menggunakan kekuatan tersebut untuk tujuan-tujuan yang lebih mulia dan konstruktif, sehingga mempercepat pertumbuhan spiritual mereka.
Kesimpulan
Keinginan, meskipun sering kali dianggap sebagai penghalang utama dalam perjalanan spiritual, memiliki banyak lapisan makna dan peran dalam berbagai tradisi spiritual. Dalam ajaran Blavatsky, Buddhisme, dan Besant, keinginan dilihat sebagai sumber keterikatan yang harus diatasi untuk mencapai kebebasan spiritual. Namun, ajaran ini juga menunjukkan bahwa keinginan memiliki peran penting dalam evolusi spiritual, baik sebagai manifestasi dari kehendak yang murni maupun sebagai dorongan untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi.
Dalam perjalanan spiritual, keinginan harus dipahami, dikendalikan, dan diarahkan dengan bijaksana. Dengan melepaskan keterikatan pada hasil duniawi, individu dapat mencapai kebebasan dari siklus penderitaan dan karma, dan pada akhirnya, mencapai persatuan dengan Kesadaran Tertinggi.
Daftar Pustaka
Besant, Annie. A Study in Consciousness. Theosophical Publishing House, 1905/1954.
Blavatsky, Helena P. The Voice of the Silence. Theosophical University Press, 1889.
Blavatsky, Helena P. Collected Writings, Vol. XI. Theosophical Publishing House, 1973.
Taimni, I. K. The Science of Yoga. Theosophical Publishing House, 1961.
Comments
Post a Comment