Dalam kesunyian sebelum dimulainya pertunjukan wayang kulit, ketika bayang-bayang belum menari di atas kelir putih, satu sosok tegak berdiri sebagai penjaga ambang: Kayon, atau Gunungan. Ia bukan sekadar hiasan atau alat bantu visual semata. Keberadaannya yang megah dan penuh rahasia merupakan jantung filosofis dari seluruh seni pertunjukan Jawa ini, sebuah mikrokosmos yang memuat makrokosmos, sebuah peta metafisik yang merangkum pandangan dunia, perjalanan jiwa, dan relasi sakral antara manusia, alam, dan Keberadaan Mutlak. Melihat Kayon melalui lensa filsafat, esoterisisme, dan theosofi membuka tabir maknanya yang terdalam, mengungkapkan ia sebagai simbol abadi yang menyentuh inti pengalaman manusia, jauh melampaui konteks budaya Jawa semata, meski akarnya tertanam kuat di sana. Asal-usulnya yang mistis merujuk pada akar kata "kayu", pohon atau sesuatu yang terbuat dari kayu, namun bentuknya yang menjulang dan meruncing seketika mengalihkan pikiran pada gambaran...
Belajar Supaya Sadar