Skip to main content

Konsep Divine dalam Filsafat Esoteris




Filsafat esoteris merupakan sebuah tradisi pemikiran yang mengeksplorasi dimensi tersembunyi atau lebih dalam dari realitas, seringkali melampaui apa yang dipahami melalui pemikiran rasional atau empiris. Salah satu konsep sentral dalam filsafat esoteris adalah "Divine" atau "Ilahi," yang merujuk pada prinsip tertinggi atau realitas absolut yang mendasari semua eksistensi. Dalam berbagai tradisi esoteris, konsep ini sering dipandang sebagai pusat dari pencarian spiritual dan pengetahuan batiniah.

Divine sebagai Prinsip Tertinggi

Dalam filsafat esoteris, yang Ilahi sering diidentifikasi dengan prinsip tertinggi yang bersifat transenden dan imanen. Transendensi mengacu pada sifat yang Ilahi yang melampaui segala hal yang ada, tidak terbatas oleh ruang, waktu, atau bentuk, sedangkan imanensi mengacu pada kehadiran yang Ilahi dalam segala sesuatu, baik di alam semesta maupun dalam diri individu.

Sebagai contoh, dalam Kabbalah, sebuah tradisi mistisisme Yahudi, yang Ilahi digambarkan sebagai Ein Sof, yang berarti "tanpa batas." Ein Sof adalah sumber dari segala sesuatu yang ada dan melampaui segala pengertian manusia. Dari Ein Sof, emanasi-emanasi yang dikenal sebagai Sephirot terbentuk, yang mewakili berbagai aspek dari yang Ilahi dan menciptakan jembatan antara yang transenden dan yang imanen.

Dalam Gnostisisme, yang Ilahi sering diidentifikasi dengan "Pléroma" atau "Kepenuhan," yang merupakan keadaan penuh kesempurnaan sebelum terjadinya kejatuhan ke dalam dunia material. Manusia, dalam pandangan Gnostik, dianggap memiliki percikan ilahi yang terjebak dalam tubuh material dan harus dibebaskan melalui pengetahuan (gnosis) dan pencerahan.

Divine dalam Tradisi Theosofi

Dalam Theosofi, sebuah gerakan spiritual yang dipelopori oleh Helena Petrovna Blavatsky pada akhir abad ke-19, yang Ilahi sering diidentifikasi dengan konsep "Absolut." Absolut adalah realitas yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata atau dipahami dengan pikiran manusia, karena itu melampaui segala dualitas dan batasan pemahaman manusia. Dari Absolut ini, segala realitas emanasi muncul, dimulai dengan manifestasi pertama yang dikenal sebagai "Logos" atau "Firman," yang kemudian berkembang menjadi berbagai tingkatan eksistensi yang lebih konkret.

Theosofi juga mengajarkan bahwa setiap individu memiliki bagian dari yang Ilahi di dalam diri mereka, yang dikenal sebagai "Atman" dalam tradisi Hindu. Atman adalah inti sejati dari diri, yang pada akhirnya adalah satu dengan Brahman, atau yang Ilahi itu sendiri. Tujuan utama dari perjalanan spiritual, dalam pandangan ini, adalah untuk menyadari kesatuan ini dan mencapai persatuan dengan yang Ilahi.

Kesatuan dan Kembalinya kepada yang Ilahi

Konsep kesatuan dengan yang Ilahi merupakan tema utama dalam banyak tradisi esoteris. Dalam mistisisme Sufi, misalnya, yang Ilahi sering digambarkan sebagai Kekasih, dan perjalanan spiritual sebagai perjalanan cinta di mana jiwa individu berusaha untuk kembali dan bersatu dengan yang Ilahi. Dalam tradisi Hindu, Advaita Vedanta mengajarkan bahwa jiwa individu (Atman) pada dasarnya tidak berbeda dari Brahman, dan pencerahan adalah proses penyadaran akan identitas ini.

Dalam banyak pandangan esoteris, kehidupan manusia dipandang sebagai perjalanan kembali ke sumber yang Ilahi, melalui proses transformasi spiritual dan pencerahan. Ini mencakup penghapusan ego atau identitas individual yang terpisah dan kembali kepada kesadaran yang lebih tinggi di mana segala dualitas hilang dan hanya kesatuan dengan yang Ilahi yang ada.

Kesimpulan

Konsep Divine dalam filsafat esoteris mencakup spektrum pemikiran yang luas, tetapi pada intinya, ini berkaitan dengan pemahaman tentang realitas tertinggi yang melampaui dunia material dan pemahaman biasa. Yang Ilahi dilihat sebagai asal mula dari segala sesuatu dan tujuan akhir dari pencarian spiritual. Dalam berbagai tradisi esoteris, kesatuan dengan yang Ilahi dianggap sebagai tujuan tertinggi dari eksistensi manusia, dan pencarian akan pengetahuan batiniah atau pencerahan adalah sarana untuk mencapai tujuan ini.

Daftar Pustaka

1. Blavatsky, H. P. (1888). *The Secret Doctrine: The Synthesis of Science, Religion, and Philosophy*. The Theosophical Publishing Company.

2. Churton, T. (2005). *Gnosis: The Secrets of Solomon's Temple Revealed*. Watkins Publishing.

3. Faivre, A. (1994). *Access to Western Esotericism*. SUNY Press.

4. Godwin, J. (1994). *The Theosophical Enlightenment*. SUNY Press.

5. Kabbalah, D. C. (2000). *The Essential Kabbalah: The Heart of Jewish Mysticism*. HarperOne.

6. Kingsley, P. (1999). *In the Dark Places of Wisdom*. The Golden Sufi Center.

7. Schuon, F. (1997). *The Transcendent Unity of Religions*. World Wisdom.

8. Versluis, A. (2004). *Restoring Paradise: Western Esotericism, Literature, Art, and Consciousness*. SUNY Press.

9. Walsh, R. (2007). *The World of Shamanism: New Views of an Ancient Tradition*. Llewellyn Publications.

10. Yates, F. A. (1964). *Giordano Bruno and the Hermetic Tradition*. University of Chicago Press. 

Comments

Popular posts from this blog

Ulang Tahun dalam Perspektif Kebudayaan dan Filsafat: Makna Spiritualitas di Balik Perayaan

Ulang tahun adalah peristiwa yang secara universal dirayakan di berbagai kebudayaan di seluruh dunia. Perayaan ini tidak hanya menjadi momen kebahagiaan dan refleksi, tetapi juga mengandung makna mendalam yang berakar pada berbagai tradisi spiritual dan filsafat. Artikel ini akan mengeksplorasi makna ulang tahun dari perspektif kebudayaan dan filsafat, dengan fokus pada bagaimana berbagai tradisi dan pemikiran memberikan arti pada perayaan ulang tahun sebagai sebuah momen sakral dalam perjalanan hidup manusia. Ulang Tahun dalam Perspektif Kebudayaan Dalam banyak kebudayaan, ulang tahun dianggap sebagai tonggak penting dalam kehidupan seseorang. Di beberapa tradisi, seperti di Bali, Indonesia, ulang tahun (yang disebut "otonan") dirayakan dengan ritual yang penuh makna simbolis untuk menandai kelahiran fisik dan spiritual seseorang. Ulang tahun di sini bukan hanya sekadar perayaan kelahiran, tetapi juga pengingat akan hubungan antara individu dengan alam semesta da...

Tahun Baru Imlek

Tahun Baru Imlek, atau yang dikenal juga sebagai Festival Musim Semi, adalah salah satu perayaan terpenting dalam budaya Tionghoa. Namun, di balik tradisi dan perayaannya yang meriah, terdapat makna mendalam yang bisa ditinjau dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan, termasuk filsafat, esoteris, dan theosofi. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi Tahun Baru Imlek melalui lensa ketiga disiplin ini, menggali makna filosofis, spiritual, dan universal yang terkandung di dalamnya.   --- 1. Filsafat: Keseimbangan dan Harmoni**   Dalam filsafat Tionghoa, terutama yang dipengaruhi oleh Taoisme dan Konfusianisme, Tahun Baru Imlek bukan sekadar perayaan pergantian tahun, tetapi juga momen untuk merefleksikan prinsip-prinsip hidup yang mendasar.   a. Yin dan Yang: Keseimbangan Alam**   Konsep Yin dan Yang, yang berasal dari Taoisme, menggambarkan dualitas dan keseimbangan alam semesta. Tahun Baru Imlek menandai awal musim semi, di mana energ...

Dualisme

Dualisme, sebagai teori yang menegaskan keberadaan dua prinsip dasar yang tak tereduksi, telah menjadi poros penting dalam perjalanan pemikiran manusia. Konsep ini tidak hanya mewarnai diskursus filsafat Barat dan agama-agama besar dunia, tetapi juga memicu refleksi mendalam dalam tradisi esoteris seperti Theosofi. Di balik perdebatan antara dualitas dan non-dualitas, tersembunyi pertanyaan abadi tentang hakikat realitas, kesadaran, serta hubungan antara manusia dengan kosmos. Kita akan menelusuri perkembangan dualisme dalam berbagai tradisi intelektual dan spiritual, sekaligus mengeksplorasi upaya untuk melampauinya melalui perspektif non-dualistik yang menawarkan visi kesatuan mendasar. Dalam filsafat Barat, René Descartes menancapkan tonggak pemikiran dualistik melalui pemisahan radikal antara  res cogitans  (pikiran) dan  res extensa  (materi). Descartes, dalam  Meditationes de Prima Philosophia , menempatkan kesadaran sebagai entitas independe...