Skip to main content

Dharma

 

Dharma adalah istilah dalam bahasa Sanskerta yang memiliki berbagai makna dan aplikasi, mulai dari filsafat dan agama hingga konteks sosial dan moral. Akar kata "dhṛ" berarti menahan atau menegakkan, melestarikan, atau menanggung. Dengan demikian, dharma sering dipahami sebagai sesuatu yang menopang dan menegakkan kehidupan atau tatanan yang seimbang. Dalam konteks teori sosial Hindu, dharma mencakup hukum moral dan sosial yang membimbing perilaku manusia, menjadi tujuan ketiga dari empat purushartha atau tujuan hidup manusia yang ideal. Selain dalam tradisi Hindu, konsep dharma juga sangat penting dalam agama Buddha, Jainisme, dan beberapa sistem filsafat India lainnya.

Dharma dalam Hindu

Dalam agama Hindu, dharma adalah salah satu dari empat tujuan hidup atau purushartha, bersama dengan artha (kekayaan material), kama (keinginan), dan moksha (pembebasan). Dharma dipandang sebagai kewajiban moral yang membantu menjaga keseimbangan dalam kehidupan individu dan masyarakat. Dalam konteks ini, dharma berfungsi untuk menegakkan tatanan sosial dan menjaga harmoni di dunia.

Pembagian dharma ke dalam sva-dharma dan varna-ashrama dharma menunjukkan penerapannya dalam kehidupan individu. Sva-dharma mengacu pada tugas dan kewajiban yang bersifat pribadi atau individu, yang mencerminkan tanggung jawab yang harus dipenuhi seseorang sesuai dengan kondisi atau sifat pribadinya. Di sisi lain, varna-ashrama dharma berkaitan dengan kewajiban berdasarkan kasta (varna) dan tahap kehidupan (ashrama). Misalnya, seorang brahmana (kelas pendeta) memiliki tugas yang berbeda dengan seorang ksatriya (kelas prajurit), dan seorang siswa (brahmacharya) memiliki kewajiban yang berbeda dengan seorang kepala keluarga (grihastha).

Selain itu, konsep sanatana-dharma dianggap sebagai dharma yang abadi dan universal, yang melampaui batasan kasta atau tahap kehidupan. Sanatana-dharma seringkali mencakup nilai-nilai moral dasar seperti kejujuran, pengendalian diri, dan kasih sayang, yang dianggap sebagai prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua manusia.

Dharma dalam Buddha

Dalam agama Buddha, dharma memiliki pengertian yang berbeda, meskipun masih terkait dengan ajaran moral dan spiritual. Dharma merujuk pada ajaran Buddha, yang dikenal sebagai "Dhamma" dalam bahasa Pali. Ajaran ini mencakup prinsip-prinsip dan jalan untuk mencapai pembebasan dari dukkha (penderitaan), yang menjadi tujuan utama dalam kehidupan Buddhis.

Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah aspek-aspek penting dari dharma dalam Buddhisme. Empat Kebenaran Mulia mencakup pengenalan atas penderitaan, sebab-sebabnya, akhir dari penderitaan, dan jalan menuju pembebasan dari penderitaan. Jalan Mulia Berunsur Delapan berfungsi sebagai panduan moral dan spiritual yang mencakup pandangan benar, niat benar, ucapan benar, tindakan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Dalam konteks ini, dharma berperan sebagai panduan menuju kebijaksanaan, etika, dan meditasi.

Dharma dalam Jainisme

Dalam Jainisme, dharma memiliki pemahaman yang berbeda dari Hindu dan Buddhisme. Dalam tradisi ini, dharma dianggap sebagai media yang memungkinkan gerak atau aktivitas dalam alam semesta. Dharma sebagai medium gerak bersifat abadi dan meliputi seluruh alam semesta. Selain itu, konsep dharma juga mencakup aturan dan prinsip etika, terutama terkait dengan ahimsa (non-kekerasan). Para penganut Jainisme sangat menekankan pentingnya kehidupan tanpa kekerasan sebagai kewajiban moral yang esensial.

Tidak seperti dalam Hindu yang membagi tugas berdasarkan kasta atau tahap kehidupan, Jainisme menekankan universalitas dharma sebagai prinsip yang berlaku bagi semua makhluk hidup. Dharma di sini lebih berkaitan dengan pelaksanaan disiplin ketat terhadap diri sendiri, termasuk dalam menjalani praktik pertapaan dan pengendalian nafsu.

Dharma dalam Filsafat India

Dalam berbagai sistem filsafat India seperti Nyaya, Vaisheshika, Samkhya, dan Vedanta, dharma dapat dipahami sebagai substansi yang "menahan" kualitas atau atribut tertentu. Misalnya, dalam filsafat Nyaya-Vaisheshika, dharma dipandang sebagai sesuatu yang memberikan kebaikan dan kebahagiaan, serta membantu seseorang mencapai moksha. Dalam Vedanta, dharma dihubungkan dengan hukum alam dan prinsip-prinsip moral yang mengatur kehidupan manusia sesuai dengan kehendak ilahi.

Selain itu, dharma sebagai atribut atau sifat juga menjadi perdebatan dalam beberapa sistem filsafat India lainnya. Beberapa sistem memandang dharma sebagai kualitas yang inheren dalam tindakan manusia, sementara yang lain melihatnya sebagai substansi yang berdiri sendiri.

Dharma dalam Teosofi dan Pandangan Barat

Dalam pandangan teosofis, dharma seringkali digunakan untuk menggambarkan hukum sosial atau moral yang mengatur kehidupan manusia. Para teosofis mengaitkan dharma dengan kewajiban individu dalam menjalani hidupnya, yang harus disesuaikan dengan tahap evolusi spiritualnya dan tanggung jawab sosial yang melekat. Sebagai contoh, dharma dalam teosofi mencakup kewajiban terhadap keluarga, masyarakat, dan negara.

Hubungan antara karma dan dharma juga menjadi fokus dalam pandangan teosofis. Jika karma adalah hukum sebab-akibat yang menempatkan individu dalam situasi tertentu, maka dharma adalah bagaimana seseorang menanggapi dan bertindak dalam situasi tersebut untuk mencapai kehidupan yang lebih baik atau pembebasan dari siklus kelahiran kembali. Dalam konteks ini, dharma berfungsi sebagai panduan tindakan yang membantu individu mengatasi pengaruh karma masa lalu.

Enam Bidang Dharma

Terdapat enam jenis dharma yang dikenal dalam filsafat India, yaitu:

  1. Sva-dharma: Kewajiban individu yang mencakup tugas-tugas yang sesuai dengan sifat atau kondisinya.
  2. Varna-ashrama-dharma: Kewajiban berdasarkan kasta sosial dan tahap kehidupan.
  3. Sanatana-dharma: Dharma abadi yang mencakup kewajiban moral universal.
  4. Apad-dharma: Kewajiban yang dapat berubah di masa sulit atau keadaan darurat.
  5. Yuga-dharma: Tugas yang relevan dengan zaman atau periode tertentu dalam siklus waktu (yuga).
  6. Sadharana-dharma: Kewajiban setiap individu untuk mengembangkan kebajikan seperti pengendalian diri, kejujuran, dan kebaikan.

Kesimpulan

Konsep dharma merupakan fondasi penting dalam berbagai tradisi agama dan filsafat India, memberikan panduan moral, spiritual, dan sosial. Sebagai prinsip yang menegakkan tatanan, dharma membantu manusia untuk mencapai harmoni dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Di era modern, dharma tetap relevan, mengajarkan nilai-nilai universal yang dapat diterapkan dalam konteks global untuk mewujudkan kehidupan yang lebih bermakna dan damai.


Daftar Pustaka

  1. Zimmer, Heinrich. Philosophies of India. Princeton University Press, 1951.
  2. Radhakrishnan, S. Indian Philosophy. Oxford University Press, 1927.
  3. Sharma, Arvind. The Hindu Gita: Ancient and Classical Interpretations of the Bhagavad Gita. Open Court, 2002.
  4. Chatterjee, Satischandra, dan Dhirendramohan Datta. An Introduction to Indian Philosophy. University of Calcutta, 1950.
  5. Eliade, Mircea. Yoga: Immortality and Freedom. Princeton University Press, 1958.
  6. Mahāvīra. The Sacred Scriptures of Jainism. Terjemahan oleh T. U. Mehta, Jain Society Publications, 1972.
  7. The Mahabharata. Terjemahan oleh C. Rajagopalachari, Bharatiya Vidya Bhavan, 1968.
  8. Conze, Edward. Buddhist Thought in India. George Allen & Unwin Ltd, 1962.

Comments

Popular posts from this blog

Ulang Tahun dalam Perspektif Kebudayaan dan Filsafat: Makna Spiritualitas di Balik Perayaan

Ulang tahun adalah peristiwa yang secara universal dirayakan di berbagai kebudayaan di seluruh dunia. Perayaan ini tidak hanya menjadi momen kebahagiaan dan refleksi, tetapi juga mengandung makna mendalam yang berakar pada berbagai tradisi spiritual dan filsafat. Artikel ini akan mengeksplorasi makna ulang tahun dari perspektif kebudayaan dan filsafat, dengan fokus pada bagaimana berbagai tradisi dan pemikiran memberikan arti pada perayaan ulang tahun sebagai sebuah momen sakral dalam perjalanan hidup manusia. Ulang Tahun dalam Perspektif Kebudayaan Dalam banyak kebudayaan, ulang tahun dianggap sebagai tonggak penting dalam kehidupan seseorang. Di beberapa tradisi, seperti di Bali, Indonesia, ulang tahun (yang disebut "otonan") dirayakan dengan ritual yang penuh makna simbolis untuk menandai kelahiran fisik dan spiritual seseorang. Ulang tahun di sini bukan hanya sekadar perayaan kelahiran, tetapi juga pengingat akan hubungan antara individu dengan alam semesta da...

Tahun Baru Imlek

Tahun Baru Imlek, atau yang dikenal juga sebagai Festival Musim Semi, adalah salah satu perayaan terpenting dalam budaya Tionghoa. Namun, di balik tradisi dan perayaannya yang meriah, terdapat makna mendalam yang bisa ditinjau dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan, termasuk filsafat, esoteris, dan theosofi. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi Tahun Baru Imlek melalui lensa ketiga disiplin ini, menggali makna filosofis, spiritual, dan universal yang terkandung di dalamnya.   --- 1. Filsafat: Keseimbangan dan Harmoni**   Dalam filsafat Tionghoa, terutama yang dipengaruhi oleh Taoisme dan Konfusianisme, Tahun Baru Imlek bukan sekadar perayaan pergantian tahun, tetapi juga momen untuk merefleksikan prinsip-prinsip hidup yang mendasar.   a. Yin dan Yang: Keseimbangan Alam**   Konsep Yin dan Yang, yang berasal dari Taoisme, menggambarkan dualitas dan keseimbangan alam semesta. Tahun Baru Imlek menandai awal musim semi, di mana energ...

Dualisme

Dualisme, sebagai teori yang menegaskan keberadaan dua prinsip dasar yang tak tereduksi, telah menjadi poros penting dalam perjalanan pemikiran manusia. Konsep ini tidak hanya mewarnai diskursus filsafat Barat dan agama-agama besar dunia, tetapi juga memicu refleksi mendalam dalam tradisi esoteris seperti Theosofi. Di balik perdebatan antara dualitas dan non-dualitas, tersembunyi pertanyaan abadi tentang hakikat realitas, kesadaran, serta hubungan antara manusia dengan kosmos. Kita akan menelusuri perkembangan dualisme dalam berbagai tradisi intelektual dan spiritual, sekaligus mengeksplorasi upaya untuk melampauinya melalui perspektif non-dualistik yang menawarkan visi kesatuan mendasar. Dalam filsafat Barat, René Descartes menancapkan tonggak pemikiran dualistik melalui pemisahan radikal antara  res cogitans  (pikiran) dan  res extensa  (materi). Descartes, dalam  Meditationes de Prima Philosophia , menempatkan kesadaran sebagai entitas independe...